IKN ‘Nusantara’, Makna Sejarah Menyempit hingga Ambisi Nama Abadi

- Editorial Team

Minggu, 23 Januari 2022 - 04:28 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rancangan Kota Nusantara, calon ibu kota baru. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)

Rancangan Kota Nusantara, calon ibu kota baru. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)

Makassar, Orbitimes.com– Nama ‘Nusantara’ bagi Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dianggap sebagai upaya mengabadikan istilah bersemangat persatuan meski diserang isu etnis dan ketidaktepatan makna.

Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi memilih Nusantara sebagai nama IKN, mengeliminasi 79 nama lain yang diusulkan. Nama-nama itu di antaranya Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwipura, Warnapura, Cakrawalapura, hingga Kartanegara.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan ‘Nusantara’ dipilih menjadi nama IKN karena sudah dikenal sejak dulu, ikonik, dan menggambarkan kenusantaraan Republik Indonesia.

“Nusantara itu konsep kesatuan yang bersedia mengakomodasi kemajemukan. Melalui nama Nusantara itu mengungkapkan realitas Indonesia,” ujarnya.

Sejumlah pihak menilai pemilihan nama Nusantara untuk kota tertentu ‘mempersempit’ makna Nusantara yang luas. Misalnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, misalnya, menilai istilah Nusantara kurang cocok jika dipakai untuk nama IKN baru.

“Usul saya nama ibu kota langsung saja “Jokowi”. Sama dengan ibu kota Kazakhstan “Nursultan” (dari nama Presiden Nursultan Nazarbayev),” sindir dia, lewat akun Twitter @fadlizon.

Pergeseran Makna

Dosen Sastra Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Rudy Wiratama Partohardono, dikutip dari Antara, Selasa (18/1), mengatakan istilah Nusantara digaungkan sejak zaman Kerajaan Singasari, 1275, dalam bentuk lain dengan makna identik, yakni Dwipantara, dalam konsep Cakrawala Mandala Dwipantara.

‘Dwipa’ berarti pulau, dan ‘antara’ berarti di luar. Ini serupa dengan definisi Nusantara; ‘nusa’ berarti pulau dan ‘antara’ berarti di luar. Dwipantara diartikan sebagai kepulauan di tanah seberang.

Raja Kertanegara mengusung konsep Cakrawala Mandala Dwipantara untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan kepulauan tanah seberang di bawah Singasari demi mencegah ancaman dari Bangsa Mongol yang hendak membangun Dinasti Yuan di China.

Dengan kata lain, Kartanegara bercita-cita menyatukan Jawa dan Dwipantara untuk melawan ancaman itu.

Meski awalnya konsep itu dianggap sebagai upaya penaklukan militer, lambat laun ekspedisi melalui Cakrawala Mandala Dwipantara memperlihatkan upaya diplomatik antara Singasari dan kerajaan-kerajaan tersebut, seperti Kerajaan Melayu.

Arkeolog Universitas Indonesia Agus Aris Munandar dalam buku ‘Gajah Mada: Biografi Politik’, Patih Gajah Mada meneruskan gagasan politik Dwipantara melalui Sumpah Palapa tahun 1336 di era Majapahit.

Dalam sumpah tersebut, Gajah Mada bertekad tidak akan makan buah Palapa (kiasan bagi kesenangan) sebelum dapat menyatukan Nusantara.

Istilah Nusantara secara spesifik merujuk pada semua kepulauan yang hendak dikuasai oleh Majapahit yang menjangkau bagian luar daerah pemerintahan mereka.

Dosen Sejarah Universitas Padjajaran (Unpad) Widyo Nugrahanto menuturkan kata ‘Nusantara’ muncul dalam kitab Negarakertagama, yang merupakan penyebutan orang Majapahit untuk menggambarkan pulau-pulau luar Jawa.

Menurutnya, saat itu kata ‘Nusa’ dan ‘Antara’ menjadi bagian bahasa Jawa Kuno.

Dalam buku Mohammad Yamin ‘Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara’ disebutkan bahwa Nusantara yang berhasil dikuasai Majapahit meliputi seluruh Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Melayu, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Saat Majapahit menghadapi era keruntuhan, istilah Nusantara pun kehilangan gemanya dan seolah terlupakan masyarakat.

Memasuki abad ke-20, Ki Hajar Dewantara kembali memperkenalkan kata Nusantara. Widyo mengatakan tokoh pendidikan nasional itu hendak menyaingi istilah ‘Indies, Indi, atau Hindia’ yang tidak sesuai dengan keaslian Hindia Belanda.

Namun, Ki Hajar saat itu tak merujuk Nusantara pada pulau terluar untuk dikuasai, melainkan sebagai alternatif penyebutan Hindia Belanda sebagai padanan kata Indonesia, negara yang terdiri atas pulau-pulau.

Dari runutan sejarah itu, dapat dipahami bahwa beberapa perubahan makna telah terjadi; mulai dari pulau-pulau terluar yang hendak ditaklukkan hingga wilayah yang terdiri dari kepulauan yang dipersatukan.

Widyo menilai sebenarnya kurang tepat menyebut kota dengan nama Nusantara karena kota bukan pulau. Namun, ia menduga pemilihan kata itu merupakan cara Jokowi melestarikan nama tersebut agar tidak dilupakan.

“Sebetulnya kurang tepat menyebut kota dengan nama Nusantara karena kota bukanlah pulau,” kata dia.

“Dugaan saya adalah karena Jokowi ingin melestarikan nama Nusantara tersebut sehingga suatu saat nanti tidak terlupakan oleh generasi yang akan datang,” jelas Widyo.

Walaupun istilah Nusantara akrab diketahui sebagai cara pandang Jawa melalui kekuasaan kerajaan Majapahit, Dosen UGM Rudy Wiratama menyebut istilah itu tidak merujuk pada unsur etnis tertentu.

Menurutnya, Nusantara berasal dari bahasa Kawi dan Sansekerta yang dahulu umum digunakan oleh masyarakat. Terutama bahasa Kawi, bahasa itu digunakan di wilayah Melayu, Jawa, Bali, bahkan Vietnam serta Malaysia.

Alhasil, kata dia, rumor bahwa istilah Nusantara mengarah pada etnis tertentu merupakan pandangan yang kurang tepat.

sumber: cnnindonesia

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Tokoh Adat Kajang Geruduk DPRD Bulukumba Minta RDP dengan PT Lonsum
CACAT INTEGRITAS. Istri kapolsek kajang masuk jadi caleg 2024
DPC Kesatuan Pelajar Bone Gotong Royong Dengan Warga Ajangale Sukseskan HUT RI ke 78
Penyebab Dentuman di Sumenep Masih Misterius, Bakal Diteliti BMKG
Anak Bunuh Ibu Kandung dan Aniaya Ayah di Depok Diserahi Keuangan Bisnis Keluarga
Anies Usai MA Tolak PK Moeldoko: Anggap Hadiah Ulang Tahun untuk AHY
Gejolak Emosi Lukas Enembe Protes Disebut Berjudi
Mobil Pajero Sport Dipakai Anak Ugal-ugalan di Jalan, Pimpinan DPRD Sulsel Anggap Itu Hal Biasa

Berita Terkait

Kamis, 7 November 2024 - 09:55 WITA

Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Pinrang mengajak Masyarakat Sulsel agar menjaga kamtibmas pada pilkada 2024

Kamis, 12 September 2024 - 17:07 WITA

Kabid PTKP HmI Cabang Makassar “Copot Kapolda Sulsel”

Jumat, 30 Agustus 2024 - 18:47 WITA

Gepma Nusantara Menolak Pelaksanaan Jambore di Kab. Sinjai yang Diduga Hanya Kepentingan Politik

Kamis, 22 Agustus 2024 - 12:05 WITA

Mahasiswa Pascasarjana Farmasi Makassar Perkenalkan Lontara Pabbura di Konferensi Global Penelitian Herbal di China

Senin, 5 Agustus 2024 - 18:47 WITA

Anti Kritik : Rektor UIN Alauddin Makassar Lebih Memilih Meresmikan Rumah Makan Dari Pada Merespon Demosntasi Mahasiswa.

Senin, 22 Juli 2024 - 17:16 WITA

Aliansi Parlemen Jalanan resmi melaporkan PT. Munandar jagad raya.

Jumat, 17 Mei 2024 - 15:12 WITA

Prodi S1 dan S2 Pendidikan Sosiologi UNIMERZ Gelar Kuliah Pakar ‘Revitalisasi Peran Pendidik dalam Konstruksi Merdeka Belajar

Jumat, 10 Mei 2024 - 19:31 WITA

DEMISIONER : MENDESAK POLSEK MANGGALA MENINDAK LANJUTI KASUS PENGEROYOKAN

Berita Terbaru

Mahasiswa

Kabid PTKP HmI Cabang Makassar “Copot Kapolda Sulsel”

Kamis, 12 Sep 2024 - 17:07 WITA