Benarkah Filsafat Sesat dan Menyesatkan?

- Editorial Team

Senin, 30 Mei 2022 - 13:46 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Benarkah Filsafat Sesat dan Menyesatkan (Gambar/Foto/Wikipedia)

Benarkah Filsafat Sesat dan Menyesatkan (Gambar/Foto/Wikipedia)

Makassar, Orbitimes.com – Saya pernah aktif dalam salah satu paguyuban atau komunitas mahasiswa, yakni Kelompok Kajian Pojok Surau (KKPS). Yang mana, memfokuskan kajiannya pada filsafat. Mulai dari filsafat Yunani, filsafat Islam, hingga filsafat Barat modern.

Kajian ini ditempuh kurang lebih selama 2 tahun. Tiba-tiba, ada salah seorang dosen melontarkan statemen yang menurut saya cukup menggelitik, arogan, dan tidak mencerminkan seorang akademisi apalagi dosen.

Menurutnya, filsafat adalah ilmu sesat dan menyesatkan. Sehingga, orang yang mempelajari dan memperdalam pun juga sesat. Bahkan, bisa menyesatkan orang lain. Karena itu, kalian (mahasiswa) jangan pernah belajar filsafat agar tidak menjadi orang tersesat dan menyesatkan, tegas dosen saya kepada para mahasiswa ketika memberikan mata kuliah.

Ironisnya, pandangan miring ini didasarkan kepada pribadi para pengkaji filsafat. Seperti teman-teman mahasiswa komunitas KKPS sembari menuding dan mengklaim bahwa mereka susah untuk diatur bahkan gemar tidak salat.

Lantas kemudian benarkah filsafat itu sesat dan menyesatkan?

Sebelum menjawab pandangan miring tentang filsafat ini, patut kiranya terlebih dahulu untuk mengkritisi alasan yang digunakan dalam menilai sisi kenegatifan filsafat.

Jika ilmu filsafat sesat dan menyesatkan karena para pengkajinya susah diatur dan gemar tidak salat, maka argumen ini sungguh sangat keliru dan tidak tepat.

Mengapa demikian? Pertama, karena ia menyerang pribadi orangnya bukan ilmu filsafatnya. Kedua, bersifat irasional dan tidak ilmiah.

Sebagai seorang akademisi, dalam menilai suatu ilmu pengetahuan apakah layak untuk dikonsumsi (pelajari) atau tidak, seharusnya ditilik melalui sudut pandang akademisi pula atau diputuskan secara ilmiah.

Bukan sebaliknya, berdasarkan kepribadian pengkajinya apalagi tidak ilmiah. Saya kira ini sudah cukup untuk membantah dan membatalkan alasan negatifnya terhadap filsafat.

Dan tak perlu untuk diperpanjang, sebab argumennya tidak memadai bahkan cenderung memojokkan dan tendensius.

Kembali pada pernyataan salah seorang dosen tadi yang menganggap bahwa filsafat sesat dan menyesatkan. Sebelum menanggapi apakah benar demikian, saya kira penting untuk menilik kembali perihal awal-awal kemunculan filsafat.

Khususnya, di kawasan umat Islam sendiri sebagai upaya menjawab berbagai tudingan negatif. Yang mana, kerap disematkan oleh para pembenci filsafat terhadap filsafat itu sendiri. Awalnya, dalam tradisi pemikiran Islam filsafat belum dikenal secara baik di lingkungan umat Islam, tepatnya pada masa transisi dari teologi tradisional kepada filsafat.

Sehingga, dengan kondisi seperti ini memunculkan stigma negatif dan penolakan terhadap filsafat salah satunya berasal dari sebagian kalangan ulama salaf seperti Imam Ibnu Hanbal (780-855 M) dan orang-orang yang sepikiran dengannya.

Mereka menunjukkan sikap yang tidak kenal kompromi terhadap ilmu-ilmu filosofis dengan menganggap; filsafat dan filosof sebagai pembuat bid’ah dan kekufuran. (A. Khudori Soleh, 2014: 72) Jadi, jelas bahwa munculnya stigma negatif yang disematkan pada filsafat berawal dari sebagian kalangan ulama salaf (agamawan) dan orang-orang yang sepikiran.

Tidaklah mengherankan, jika masih ada sebagian umat Islam menolak bahkan mengecamnya sebagaimana yang menimpa salah seorang dosen saya di atas.

Namun demikian, di tengah kecaman dan penolakan terhadap filsafat, Al-Kindi selaku filosof Muslim pertama hadir untuk menjawab tudingan ini. Menarik, upaya Al-Kindi dalam menjawab pandangan miring ini melalui argumen Aristoteles yang cukup populer dalam Protrepticus-nya dengan mengajukan pertanyaan kepada mereka (para penentang), “Belajar filsafat itu perlu atau tidak perlu?”.

Apabila filsafat dianggap “perlu” kita tidak mempunyai pilihan lain kecuali mempelajarinya. Akan tetapi, apabila dianggap “tidak perlu”, mereka harus membuktikan ketidak perluannya secara sahih. Padahal, pembuktian itu sendiri merupakan bagian dari kegunaan filsafat. Jadi, tak ada pilihan lain kecuali bersikap “netral” terhadap filsafat (Majid Fakhry, 2001: 27).

Kemudian, untuk menopang argumennya Al-Kindi merekonsiliasi antara agama dan filsafat. Menurutnya, meski metode agama dan filsafat berbeda, tetapi tujuan yang ingin dicapai keduanya adalah sama, baik dalam tujuan praktis maupun teoretisnya.

Tujuan praktis agama dan filsafat adalah mendorong manusia untuk mencapai kehidupan moral yang lebih tinggi, sedangkan tujuan teoretisnya adalah mengenal dan mencapai kebenaran tertinggi, Tuhan.

Karena itu, lanjut Al-Kindi, tidak ada perbedaan yang esensial antara agama dan filsafat, karena keduanya mengarah kepada tujuan yang sama (A. Khudori Soleh, 2016: 76). Jelaslah bahwasanya statement yang dilontarkan salah seorang dosen saya itu, “filsafat ilmu sesat dan bisa menyesatkan” sungguh sangat keliru dan tidak tepat.

Apalagi, ia tak memberikan argumen yang sahih dan ilmiah terhadap pernyataannya. Sebagai catatan tambahan, jika kita ingin mengkritisi atau menilai sesuatu terutama berkaitan dengan ilmu pengetahuan seyogianya menyelami atau mempelajarinya terlebih dahulu agar tak menimbulkan fitnah dan kesesatan berjamaah – meminjam istilah Rocky Gerung supaya tidak menimbulkan suatu kemaksiatan intelektual. Wallahu A’lam.

 

Penulis : Saidun Fiddaraini

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Kisah Murdaya Poo, Dulu Penjual Koran hingga Gabung Jajaran Orang Terkaya RI
Upaya Pengendalian Inflasi, Lurah Batua Melakukan Pembibitan Dan Pembagian Bibit Kepada Warga
Luhut Bantah Indonesia Dikuasai China: Rocky Gerung Angkat Suara Singgung Pemberontakan G30S PKI
Pemuda Dalam Tindakan Bukan Perkataan
Fungsi dan Peran Mahasiswa dalam Kehidupan Bermasyarakat
FK Unair: Terburu-buru Minum Antibiotik Saat Sakit, Ini Dampaknya
Kuliah Gratis Dengan Beasiswa S1-S3 Pendaftaran Oktober-November, TA 2023
Apa Bedanya Filsafat Islam dan Filsafat Muslim?

Berita Terkait

Kamis, 7 November 2024 - 09:55 WITA

Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Pinrang mengajak Masyarakat Sulsel agar menjaga kamtibmas pada pilkada 2024

Kamis, 12 September 2024 - 17:07 WITA

Kabid PTKP HmI Cabang Makassar “Copot Kapolda Sulsel”

Jumat, 30 Agustus 2024 - 18:47 WITA

Gepma Nusantara Menolak Pelaksanaan Jambore di Kab. Sinjai yang Diduga Hanya Kepentingan Politik

Kamis, 22 Agustus 2024 - 12:05 WITA

Mahasiswa Pascasarjana Farmasi Makassar Perkenalkan Lontara Pabbura di Konferensi Global Penelitian Herbal di China

Senin, 5 Agustus 2024 - 18:47 WITA

Anti Kritik : Rektor UIN Alauddin Makassar Lebih Memilih Meresmikan Rumah Makan Dari Pada Merespon Demosntasi Mahasiswa.

Senin, 22 Juli 2024 - 17:16 WITA

Aliansi Parlemen Jalanan resmi melaporkan PT. Munandar jagad raya.

Jumat, 17 Mei 2024 - 15:12 WITA

Prodi S1 dan S2 Pendidikan Sosiologi UNIMERZ Gelar Kuliah Pakar ‘Revitalisasi Peran Pendidik dalam Konstruksi Merdeka Belajar

Jumat, 10 Mei 2024 - 19:31 WITA

DEMISIONER : MENDESAK POLSEK MANGGALA MENINDAK LANJUTI KASUS PENGEROYOKAN

Berita Terbaru

Mahasiswa

Kabid PTKP HmI Cabang Makassar “Copot Kapolda Sulsel”

Kamis, 12 Sep 2024 - 17:07 WITA